Tugas Softskill
Nama : Anik Arifa ( 20211911 )
: Annisa Rahma ( 20211971 )
Hukum Perdata
Indonesia
- Sejarah singkat hukum perdata yang berlaku
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum
perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris
Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum
Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum
perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper.
Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi
pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru
diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
·
BW (atau Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
·
WvK (atau yang dikenal
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Pengertian dan
keadaan hukum perdata di indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga
dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi
terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut
pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum
tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan
pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak
lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku
di Perancis dengan
beberapa penyesuaian.
Hingga saat ini, bisa disimpulkan bahwa
hukum Indonesia lebih sering mendapatkan kritik daripada sanjungan. Kritik
terhadap hukum indonesia tersebut diarahkan pada berbagai aspek penegakan
hukum, kelemahan berbagai produk hukum dan lain sebagainya. Mungkin kita sudah
sering mendengar pernyataan bahwa hukum indonesia saat ini bisa dibeli. Mereka
yang memiliki kekuasaan dan memiliki banyak uang hampir bisa dipastikan selalu
dala Hukum Indonesia hingga hari ini sepertinya masih belum bisa
memberikan harapan yang baik kepada masyarakat. Setiap waktu penegakan hukum
menunjukkan adanya perkembangan yang baik namun di sisi lain juga terjadi
kemunduran-kemunduran yang ditunjukkan oleh banyaknya fakta pelanggaran hukum
bahkan oleh penegak hukum itu sendiri. Lebih tragis lagi, dalam beberapa kasus
yang menimpa masyarakat kecil hukum justru ditegakkan secara luar biasa.
Ini bisa dilihat pada kasus pencurian sandal oleh seorang anak yang dituntut
hukuman 5 tahun penjara dan kasus pencurian buah semangka dan beberapa contoh
kasus lainnya yang sempat mencuat dan menyita perhatian publik.
Perlakuan penegakan hukum Indonesia terhadap tersangka kasus korupsi jelas
telah berbeda. Kondisi tersebut memberikan kita sebuah gambaran bahwa hukum Indonesia telah ditegakkan secara tidak
seimbang. Hukum
Indonesia lebih
mirip sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan aparat dibandingkan sebagai
alat rekayasa sosial yang memperlakukan semua orang sama di hadapan hukum.
Kondisi hukum indonesia tersebut diatas,
tentu saja harus segera mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius dari
aparat penegak hukum. Diperlukan adanya reformasi terhadap hukum indonesia.
Reformasi terhadap hukum indonesia
merupakan salah satu bagian yang penting untuk menata dan memperbaiki tatanan
hukum di negara ini. Hal ini diperlukan untuk menjawab bagaimana
penyelenggaraan hukum indonesia yang baik sehingga sesuai dengan
cita-cita hukum di negara ini. Hukum memiliki fungsi ekspresif yang
mengungkapkan pandangan hidup dan nilai budaya serta nilai keadilan. Hukum juga
memiliki fungsi instrumental yakni sebagai sarana untuk menciptakan dan
memelihara ketertiban dan stabilitas, pelestarian nilai-nilai budaya,
mewujudkan keadilan, pendidikan serta pengadaban dan sarana untuk melakukan
pembaharuan.
Tujuan hukum indonesia adalah membentuk
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan dan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Apabila saat ini hukum
indonesia sudah tidak lagi dapat bekerja untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka
hal itu merupakan indikasi bahwa sudah saatnya dilakukan reformasi hukum
Indonesia.
Sistematika hukum perdata
Kitab undang-undang hukum perdata
(disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
· Buku I tentang Orang;
mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan,keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus
untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak
berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
· Buku II tentang Kebendaan;
mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak
kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda
berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu);
(ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang
dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud
(misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik,
telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak
tanggungan.
· Buku III tentang
Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang
hukum dagang (KUHD) juga
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
· Buku IV tentang
Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya
batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap
dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada
fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Contoh kasus Hukum Perdata
Kronologi
Kasus Prita Mulyasari
Kasus
ini berawal dari tulisan Prita Mulyas,,,dd
dari di internet tentang kualitas pelayanan RS Omni
International yang dikirimkan lewat e-mail ke beberapa temannya. E-mailini
kemudian tersebar luas di internet sehingga menyebabkan RS Omni International
merasa dirugikan, lalu melaporkan kasus ini ke pihak berwenang.
Selain
didakwa secara pidana, Prita Mulyasari juga dituntut secara perdata oleh RS
Omni International. Dalam kasus perdata, Prita Mulyasari sebagai pihak
Tergugat, sedangkan untuk pihak Penggugat terdiri dari Penggugat I; pengelola
RS Omni International, Penggugat II; Dokter yang merawat dan Penggugat III;
Penanggung Jawab atas keluhan pelayanan Rumah Sakit.
Pokok
materi dakwaan pidana dan gugatan perdata terkait atas tindakan Prita Mulyasari
yang tidak cukup menyampaikan keluhan atas kualitas pelayanan RS Omni
International dengan mengisi lembar ” Masukan dan Saran” yang telah disediakan
oleh RS Omni International, tetapi juga mengirimkan e-mail tersebut kecustomercare@banksinarmas.com dan
teman-teman Prita Mulyasari. Akibatnya, para penggugat merasa tercemar nama
baiknya dan merasa dirugikan.
Aspek Pidana dalam
Kasus Prita Mulyasari
Prita Mulyasari didakwa oleh
Jaksa Penuntut Umum secara berlapis dengan menggunakan Pasal 310 KUHP tentang
Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 311 KUHP. Isi dari pasal-pasal tersebut adalah:
1. Pasal 310 KUHP
Barang siapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp
4.500.
Jika hal itu dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama
1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk membela diri.
2.
Pasal 311
Jika
yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan
fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.Pencabutan hak-hak berdasarkan
pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.
3.
Pasal 312
Pembuktian
akan kebenaran tuduhan hanya dibolehkan dalam hal-hal berikut:
Apabila
hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu guna menimbang keterangan
terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi kepentingan umum, atau karena terpaksa
untuk membela diri;
Apabila
seorang pejabat dituduh sesuatu hal dalam menjalankan tugasnya.
Selain
dijerat dengan KUHP, Prita Mulyasari juga didakwa JPU telah melanggar Pasal 27
Ayat (3) Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No 10 Tahun
2008 yang menyatakan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan /atau pencemaran nama baik. Ancaman hukumannya pidana
penjara 6 tahun”.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Tujuan utama dari penggunaan undang-undang terkait dengan pencemaran nama
baik adalah melindungi reputasi. Akan tetapi, berbagai praktek yang terjadi di
sejumlah negara menunjukkan terjadinya penyalahgunaan undang-undang pencemaran
nama baik untuk membungkam masyarakat melakukan debat terbuka dan meredam
kritik yang sah terhadap kesalahan yang dilakukan pejabat. Ancaman sanksi
pidana berat, seperti hukuman penjara, memberi dampak yang menghambat kebebasan
berekspresi bagi warganegara.
Mahkamah Konstitusi sendiri telah memutuskan bahwa pasal-pasal Pencemaran
Nama Baik, baik berupa Pasal 310 dan 311 KUHP, maupun Pasal 27 Ayat (3) UU ITE
adalah konstitusional. Menurut MK, pasal-pasal tersebut merupakan
pengejawantahan dari kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin
penghormatan terhadap setiap hak konstitusional seperti yang ditegaskan dalam
Pasal 28 G Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Keputusan ini diberikan oleh Mahkamah
Konstitusi pada tanggal 15 Agustus 2008 untuk Pasal 310 dan 311 KUHP.
Sedangkan keputusan atas Pasal 27 Ayat (3) UU ITE diberikan oleh Mahkamah
Konstitusi pada tanggal 5 Mei 2009. Keputusan Mahkamah Konsitusi untuk
mempertahankan pasal-pasal pencemaran nama dalam sistem hukum Indonesia masih
diperdebatkan oleh publik hingga saat ini karena dinilai kontraproduktif
terhadap kebebasan berekspresi di negara demokratis.
Dengan masuk ke dalam ranah perdata, tidak ada lagi hukuman badan atas
dakwaan pencemaran nama baik, tetapi hanya ada ganti rugi secara proporsional.
Penyelesaian kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan pendekatan hukum
perdata melalui pemberian putusan ganti rugi merupakan salah satu alternatif
terbaik ditinjau dari kecilnya dampak kerugian terhadap kebebasan berekspresi
warga negara. Dan yang terpenting, tidak perlu ada lagi konsumen di Indonesia
yang terancam masuk penjara hanya karena curhat mengenai buruknya kualitas
produk/jasa yang diterimanya.
Definisi
Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda
disebut“verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di
Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu
terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat
berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa,
misalnya lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya;
letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah
yang bersusun (rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undangatau oleh masyarakat sendiri
diakui dan diberi ‘akibat hukum’.
Dengan demikian, perikatan yangterjadi antara
orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika dirumuskan,
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukumharta kekayaan
(law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Dasar Hukum Perikatan
1.
Perikatan (ps 1233 KUHPdt)
Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karenaundang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu (ps.1234)
2.Persetujuan
(ps.1313 KUHPdt)
Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satuorang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.Undang-undang
(ps.1352 KUHPdt)
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbuldari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang Perbuatan Hukum:
• Perbuatan halal (ps.1354
KUHPdt) : Jika seseorang dengan sukarela
tanpa ditugaskan,mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang
itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan ini, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu.
• Perbuatan melawan hukum
(ps.1365 KUHPdt) : Tiap perbuatan yang melanggar hukumdan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkankerugian
itu karena kesalahannya, untuk mengganti kerugian tersebut.Hubungan antara
Perikatan dan Perjanjian:Perikatan adalah pengertian abstrak
sedang perjanjian suatu peristiwa hukum yang konkrit.Jadi
hubungan keduanya: Bahwa perjanjian menerbitkan
suatu perikatan, sedang perjanjianadalah salah satu sumber perikatan.
Sumber lain dari perikatan adalah undang-undang.
Asas
Asas Perikatan
1.Asas Konsensualitas (Sepakat)
Perjanjian semata-mata timbul karena adanya kata sepakat artinya secara umum tidak diperlukan formalitas tertentu yang disyaratkan . Ada perjanjian tertentu yang memerlukan formalitas tertentu:
- Perjanjian Jual beli tanah
- Perjanjian perdamaian
- Perjanjian perdamaian mengiat apabila dibuat secara tertulis.
2.Asas Kebebasan Berkontrak
1.Asas Konsensualitas (Sepakat)
Perjanjian semata-mata timbul karena adanya kata sepakat artinya secara umum tidak diperlukan formalitas tertentu yang disyaratkan . Ada perjanjian tertentu yang memerlukan formalitas tertentu:
- Perjanjian Jual beli tanah
- Perjanjian perdamaian
- Perjanjian perdamaian mengiat apabila dibuat secara tertulis.
2.Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 BW isinya:
a. Orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja meskipun tidak diatur dalam BW atau Undang-Undang lainnya.
b.Para pihak bebas menentukan isi perjanjian secara menyimpang dari ketentuan-2 yang bersifat pelengkap -Memaksa/Mengatur:dwingedrecth. Pelengkap aanvullentrecht.
c.Bebas Menentukan bentuk perjanjian.
Perjanjian tertentu harus dalam bentuk tertulis karena
a.Untuk melindungi Pihak yang lemah. Mis: perjanjian antara buruh dan majikan
b.Mempertahankan ketertiban umum, UU, Kesusilaan
3.Asas Kekuatan Mengikat dari perjanjian
Orang terikat pada janji yang telah dibuatnya,1338 Asas Pacta Sunt servada.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi pihak yang membuatnya.
Pengecualian:
a.Dalam keadan memaksa (Overmacht) Force majeur
b.Bila menurut keadaan sangat tidak adil jika perjanjian yang dilaksanakan sesuai yang disepakati, maka hakim mempunyai hak untuk menyesuaikan hak dan kewajiban kedua belah pihak dengan tuntutan pengadilan 1338 (2) perjanjian harus sesuai dengan kesusilaan, kesopanan
4.Asas Kepribadian
Perjanjian hana menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak yang mengadakannya
Pasal 1345-1340 Perjanjian tidak mengikat pihak lain dan pihak ketiga.
Pengecualian:
a.janji untuk kepentingan orang ketiga (1317 BW)
Actio Paulina yaitu hak kreditur untuk menuntut pembatalan perjanjian yang diadakan oleh debitur yang tidak harus dilakukan debitur yang merugika kreditur. Mis: A mempunyai hutang kepada B tetapi A dengan uangnya menjual Rumah kepada C dengan maksudd agar B tidak dapat menagih uangnya dan menyita rumahnya, B dapat membatalkan perjanjian antara A dan C.
Perjanjian yang hanya dapat dibatalkan, kepada pihak ke3
-Tidak ada keharusan
-Merugikan kreditur
-Hanya perbuatan hukum
Sifat perjanjian :
1.Obligatoir
2.Sifat opsional
Obligatoir: Perjanjian hanya menimbulkan hak dan kewajiban belum menimbulkan hak milik
Opsional: Ketentuan dalam perjanjian dapat dikesampingkan atau tidak dipakai jika ketentuan bersifat pelengkap
Unsur-unsur perjanjian :
-unsur naturalia
-Unsur Essensial
-Unsur Aksidentalia
Essensil (penting/Utama) Unsur perjanjian yang sangat penting sehingga perjanjian baru ada kalau unsur ini terpenuhi
Mis: Sepakat jual beli, barang, harga sewa menyewa, sepakat, barang, uang sewa, dll.
Naturalia: unsur yang berkaitan erat dengan sifat perjanjian dan oleh karena itu dipandang harus ada dalam perjanjian meskipun tidak jelas diperjanjiakan
Mis: Penjual harus menanggung cacat fisik dan cacat hukum barang walaupun tidak secara jelas diperjanjikan
Aksidentalis, Unsur yang baru ada jika secara tegas diperjanjikan , Mis: Jual Beli rumah kecuali Paviliun dicantumkan secara tegas maka baru berlaku,
a.janji untuk kepentingan orang ketiga (1317 BW)
Actio Paulina yaitu hak kreditur untuk menuntut pembatalan perjanjian yang diadakan oleh debitur yang tidak harus dilakukan debitur yang merugika kreditur. Mis: A mempunyai hutang kepada B tetapi A dengan uangnya menjual Rumah kepada C dengan maksudd agar B tidak dapat menagih uangnya dan menyita rumahnya, B dapat membatalkan perjanjian antara A dan C.
Perjanjian yang hanya dapat dibatalkan, kepada pihak ke3
-Tidak ada keharusan
-Merugikan kreditur
-Hanya perbuatan hukum
Sifat perjanjian :
1.Obligatoir
2.Sifat opsional
Obligatoir: Perjanjian hanya menimbulkan hak dan kewajiban belum menimbulkan hak milik
Opsional: Ketentuan dalam perjanjian dapat dikesampingkan atau tidak dipakai jika ketentuan bersifat pelengkap
Unsur-unsur perjanjian :
-unsur naturalia
-Unsur Essensial
-Unsur Aksidentalia
Essensil (penting/Utama) Unsur perjanjian yang sangat penting sehingga perjanjian baru ada kalau unsur ini terpenuhi
Mis: Sepakat jual beli, barang, harga sewa menyewa, sepakat, barang, uang sewa, dll.
Naturalia: unsur yang berkaitan erat dengan sifat perjanjian dan oleh karena itu dipandang harus ada dalam perjanjian meskipun tidak jelas diperjanjiakan
Mis: Penjual harus menanggung cacat fisik dan cacat hukum barang walaupun tidak secara jelas diperjanjikan
Aksidentalis, Unsur yang baru ada jika secara tegas diperjanjikan , Mis: Jual Beli rumah kecuali Paviliun dicantumkan secara tegas maka baru berlaku,
Wanprestasi dan akibat-akibat
nya
Para debitur terletak
kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya
tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan inkar
janji (wanprestasi)
·
Ada 3 bentuk
wanprestasi, yaitu :
a)
Tidak memenuhi prestasi
sama sekali
b)
Terlambat memenuhi
prestasi
c)
Memenuhi prestasi
secara tidak baik
·
Akibat hukum bagi
debitur yang wanprestasi adalah :
a)
Debitur diwajibkan
membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal 1243 BW)
b)
Apabila perikatan itu
timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan/pembatalan melalui hakim (pasal
1266 BW)
c)
Dalam perikatan untuk
memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi
(pasal 1237 BW)
d)
Debitur diwajibkan
memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai
pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 BW)
e)
Debitur wajib membayar
biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan negeri, dan debitur
dinyatakan bersalah
Hapusnya perikatan
Hapusnya perikatan
(ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a. Karena
pembayaran
b. Karena penawaran
pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaharuan
hutang
d. Karena perjumpaan
utang atau kompensasie. Karena pencampuran utang
f. Karena pembebasan
utangg. Karena musnahnya barang yang terutang
h. Karena batal atau
pembatalani.
i. Karena berlakunya
syarat pembatalan .
j. Karena lewat waktu
atau kadaluarsa
Dengan pemahaman di atas, seorang
front liners
dituntut untuk memahami aspek hukum,sehingga dapat menilai apakah seseorang memang
telah sesuai dengan kewenangannya dalamhal menarik simpanan, atau melakukan
transfer
rekening dari perusahaannya ke rekeninglainnya. Apabila seorang calon nasabah mau membuka
rekening,
front
liners
juga harus bisamenilai
apakah yang bersangkutan memang dapat mewakili bertindak untuk dan atas
nama perusahaan, atau bila perseorangan apa memang orang tersebut telah
cakap hukum.
Contoh kasus Hukum Perikatan
Akta
Jual Beli Tanah Dinilai Cacat Hukum
• Kasus
Jayenggaten SEMARANG
Akta
jual beli tanah Jayenggaten dari ahli waris Tasripien kepada pemilik Hotel
Gumaya, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayenggaten beserta bangunan
yang berdiri di atasnya dijual oleh Aisyiah, ahli waris Tasripien, kepada
Hendra Soegiarto, pemilik Hotel GumayaPadahal,
menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika . Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti
SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan
rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris
Tasripien tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran
sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak
membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayenggaten, di
Balai Kota, Selasa (6/9).
Baik
dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga
bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayenggaten mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus
tersebut.
Diskusi
pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah
pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr
Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan
pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH.
Arief
Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan
benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual
bangunan itu kepada orang lain.
”Jika
benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke
PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha
negara,” ujarnya.
TakMemutus Sewa
Pakar
hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa.
Dalam
ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara
lisan. Warga Jayenggaten, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan
bahwa mereka adalah para penyewa.
Sebaliknya,
pemilik Hotel Gumaya merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga
merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum
yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara
pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel
Gumaya), dan warga Jayenggaten,” usulnya.
Sementara
itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan
satu musala di kampung Jayenggaten. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa
yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 8 Januari lalu warga
membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Gumaya
bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2
juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.
Wakil
Wali Kota, Mahfudz Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan
pemilik Hotel Gumaya. Bahkan, beberapa waktu lalu Mahfudz mengundang Hendra
Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra
merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak
bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.
Pada
kesempatan itu, Mahfudz memprihatinkankan aksi pembakaran boneka wali kota yang
dilakukan warga Jayenggaten pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia,
Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayenggaten
terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja
yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi prihatin,” ujarnya.
Hukum Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal.
Syarat syarat sah
nya suatu perjanjian :
·
Syarat Subyektif :
- Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
- Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
·
Syarat Obyektif :
- Mengenai suatu hal tertentu;
- Suatu sebab yang halal.
1.Asas Terbuka
· Hukum Perjanjian
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
· Sistem terbuka,
disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”
· Pada dasarnya
perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik
tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320
KUH Perdata.
Unsur dan
bagian perjanjian
1. Unsur
Perjanjian
Aspek
Kreditur atau disebut aspek aktif :
1). Hak kreditur untuk menuntut supaya
pembayaran dilaksanakan;
2). Hak kreditur untuk menguggat
pelaksanaan pembayaran
3). Hak kreditur untuk melaksanakan
putusan hakim.
Aspek debitur atau aspek pasif
terdiri dari :
1). Kewajiban debitur untuk membayar
utang;
2). Kewajiban debitur untuk bertanggung
jawab terhadap gugatan kreditur
3). Kewajiban debitur untuk membiarkan
barang- barangnya dikenakan sitaan eksekusi (haftung)
Bagian dari Perjanjian
·
Essensialia
Bagian
–bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada.
Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.
·
Naturalia
Bagian-bagian
yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya penanggungan.
·
Accidentalia
Bagian-bagian
yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya. Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah
tangga.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
1.
Kesempatan penarikan kembali penawaran;
2.
Penentuan resiko;
3.
Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
4.
Menentukan tempat terjadinya perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata
dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak
lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak
terhadap obyek yang diperjanjikan.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
·
Teori Pernyataan (Uitings Theorie). Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
·
Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori
ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap
pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
·
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori
ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya
oleh pihak yang menawarkan.
·
Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini
saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah
surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya kontrak.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Contoh Kasus Hukum Perjanjian
Hukum Perjanjian
Untuk mendapatkan rumah tempat
berlindung, seseorang dapat menyewa rumah orang lain. Untuk itu diawali dengan
membuat perjanjian sewa-menyewa antara pihak pemilik rumah dengan pihak
penyewa. Perjanjian ini dapat dibuat secara lisan dapat pula secara tertulis.
Selanjutnya sewa-menyewa rumah itu dilaksanakan sesuai dengan perjanjian
sewa-menyewa yang telah dibuat.
Salah
satu ketentuan sewa-menyewa yang lazim dibuat adalah pihak penyewa dilarang
menyewakan ulang rumah sewa kepada pihak lain. Hal ini untuk mencegah
terjadinya kerugian pada pihak pemilik rumah disebabkan perbuatan tidak
bertanggung jawab pihak penyewa kedua, berupa perusakan rumah, penggunaan rumah
untuk praktek asusila, dan lain-lain. Tentunya, pemilik rumah berharap, rumah
yang disewakannya bermanfaat tanpa mendatangkan masalah dikemudian hari.
Pelanggaran atas hal tersebut memberi hak kepada pemilik rumah untuk meminta
kembali rumahnya dari pihak penyewa. Dengan kata lain pemilik rumah sewa berhak
untuk membatalkan perjanjian sewa-menyewa rumah yang telah dibuatnya bersama
penyewa.
Setelah
pembatalan perjanjian, pihak pemilik rumah berhak mendapatkan kembali rumahnya
tanpa harus mengembalikan biaya sewa. Akan tetapi hal ini sering kali tidak
diterima oleh pihak penyewa. Mereka menganggap dihentikannya sewa, maka membuat
mereka berhak untuk mendapatkan kembali biaya sewa yang telah diserahkan kepada
pemilik rumah, sebagaimana kasus berikut ini.
Di
Villa Bintaro Regency Nomor 12A RT 1 RW2Kelurahan Pondok Kacang
Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Banten, penyewa
rumah (selanjutnya disebut Penyewa 1) menyewakan kembali rumah yang disewanya
kepada pihak lain (selanjutnya disebut Penyewa 2) tanpa sepengetahuan pemilik
rumah. Hal ini membuat pemilik rumah merasa dirugikan, karena dalam perjanjian
yang disepakati, rumah yang disewa tersebut akan dipakai sendiri oleh penyewa.
Oleh karena itulah pemilik rumah sewa meminta Penyewa 2 untuk mengosongkan
rumah karena dianggap tidak berhak berada di rumah itu.
Penyewa
2 yang merasa tidak bersalah, karena tidak mengetahui duduk perkara
permasalahan, tidak mau pergi dari rumah. Akhirnya setelah dijelaskan duduk
perkaranya, Penyewa 2 mau pergi dari rumah, jika uang sewa yang telah
diberikannya kepada Penyewa 1, dikembalikan lagi utuh oleh pemilik rumah. Akan
tetapi pemilik rumah tidak
mau mengembalikan uang sewa, karena merasa tidak pernah menerima uang itu dan
menyatakan bahwa pihak yang harus mempertanggungjawabkan hal tersebut adalah
Penyewa 1.
Penyewa
1 sendiri mau mengembalikan biaya sewa Penyewa 2, jika pemilik rumah
mengembalikan biaya sewa yang telah diberikannya sebelumnya. Penyewa 1 merasa
bahwa pembatalan perjanjian sewa-menyewa secara sepihak oleh pemilik rumah,
membuat pemilik rumah wajib mengembalikan keadaan seperti semula dengan cara
mengembalikan uang sewa dan menganggap perjanjian sewa itu tidak pernah ada.